Me-Chat Gandeng 19 Brand Ponsel

JAKARTA, KOMPAS.COM - John Chia, COO PT Max Interactives Technologies, sadar betul akan hak pengguna ponsel. Menyitir ungkapan ITU (International Telecommunication Union) bahwa sesungguhnya bertelekomunikasi adalah hak asasi manusia. Tapi John melihat bahwa pengguna ponsel bikinan China (atau kita kenal dengan brand lokal) sejauh ini mendapatkan banyak keterbatasan. Bukan lantaran bahwa ponsel seperti ini, yang notabene harganya terjangkau, lantas tidak bisa dioptimalkan kira-kira selayak ponsel mid end dalam hal berhubungan dengan orang lain. Namun memang belum optimal saja penyediaan aplikasi maupun fiturnya.

"Bayangkan setiap orang harus mengeluarkan rata-rata Rp 200,- untuk SMS ke operator lain," ujar John. Artinya SMS kadang bukan solusi, jika tidak antarpengguna lebih memilih operator sama agar biaya SMS bisa nol rupiah.

Karena itulah fitur Me-Chat menjawab segala kekurangan tersebut. Skema pentarifannya boleh dibilang sangat terjangkau. Pengguna dapat memilih paket data (karena fitur ini memakai jaringan GPRS) dari harga Rp 1.000,- per hari.

Katakan lah jika semua operator menawarkan tarif serupa, artinya lintas operator menjadi tidak sulit lagi. Sekarang apa hal lain yang perlu dilakukan? Apalagi jika fitur ini hanya bisa dipakai oleh satu brand ponsel saja. Sebuah terobosan pun dilakukan oleh Maxitech, julukan singkat perusahaan ini. Me-Chat disebar untuk bisa digunakan di lebih banyak ponsel.

Sejumlah brand lokal antara lain; Asiafone, Cnet, Gstar, HT Mobile, iLexus, Isis, IT Mobile, MITO, Skybee, Sunberry, Venera, VirtuV, dan Vodastar. Sementara brand internasional antara lain Lenovo, Alcatel, CSL Blueberry, Ktouch, Micxon, dan SPC.

Kerjasama ini secara resmi dilakukan pada Kamis (9 Juni) di booth Me-Chat. Maka, sejak saat ini, menurut John, fitur Me-Chat akan disisipkan di setiap produk 19 brand tersebut melalui pabrikasi.

Me-Chat memang dirancang dengan ukuran memori yang kecil. "Data dikompresi agar cepat sampai," ujar Ronald Ai, CTO Maxitech pusat. Ronald menambahkan bahwa selama ini pengguna chatting di Indonesia tidak sadar telah membayar begitu mahal untuk sarana komunikasi teks. "Begitu pula dengan operator Indonesia," ujarnya. Katanya, dari biaya total, 80 persen diberikan ke luar.

Betul, seperti layanan BlackBerry misalnya. Yang mana, setiap pengguna harus setor 6 dollar per langganan BIS. Skema Me-Chat memangkas "lalu-lintas" data ke luar negeri. "Kita bahkan menginvestasi server di Indonesia," ujarnya.

Me-Chat kata Ronald telah disiapkan sejak empat tahun silam. "Kami terus melakukan uji coba sampai menemukan yang paling sesuai," ujarnya. Untuk sementara bahkan Me-Chat tidak perlu di-up grade. "Orang malas kalau harus terus up grade," tandasnya.

Toh dengan fasilitas yang sekarang, pengguna sudah mendapatkan subfitur seperti Me-Chat (untuk chatting, up date Twitter dan Facebook), Me-Share (berbagi gambar atau dijuluki Me-PicShare dan berbagi pesan suara atau disebut Me-AudioShare), dan Me-Mail (push email). Satu lagi yang tak kalah penting adalah Me-Translator (terjemahan dalam lima bahasa termasuk Indonesia). So, kalau Anda kebetulan lagi chat dengan orang asing, sebagai penerjemah serahkan saja pada opsi ini.

Sekarang pengguna memang perlu untuk dikenalkan sekaligus menikmati fasilitas chat yang tentu lebih beragam menunya. Bandingkan dengan SMS. "memang perlu pengenalan, tapi begitu mereka menikmati, biasanya akan keterusan," tambah Ronald. (ANDRA/FORSEL)

Keterangan : terdapat kalimat penalaran hipotesa dan teori.

dikutip dari : kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Hi World?