Contoh konflik ruang yang terjadi di Riau, mudah2an bisa dipakai sebagai referensi (Contoh kasus) dalam pembuatan PP tentang peran serta masyarakat dalam penataan ruang, kasus seperti ini banyak terjadi di pulau sumatra. Dimana hak hak atas ruang dari masyarakat bisa diabaikan atas nama investasi. dan ketika terjadi konflik maka masyarakat selalu berada pada pihak yang kalah.
Sudah Saatnya UU penataan ruang bisa mewujudkan kedaulatan rakyat terhadap
sumberdaya alam sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Kronologis Penyerangan Dusun Suluk Bongkal Desa Beringin
Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis
Provinsi Riau
Kamis, 18 Desember 2008
"Ini Perintah Atasan"
(Pernyataan Dir. Reskrim Polda Riau Kombes Pol. Alex Mandalika dilokasi saat
hendak melakukan pembakaran rumah masyarakat
Dusun Suluk Bongkal, 18 Desember 2008)
Pada tanggal 18 Desember 2008 tepatnya pukul 10.00 WIB pasukan Brimob Polda
Riau beserta 500-an pasukan Samapta serta pasukan kepolisian dari Polres
Bengkalis yang dipimpin langsung oleh Dir. Reskrim Polda Riau Kombes. Alex
Mandalika mendatangi Dusun Suluk Bongkal untuk melakukan pengusiran terhadap
warga yang berdiam di Dusun tersebut karena dianggap telah melakukan
penyerebotan terhadap areal HPHTI PT. Arara Abadi. Pasukan tersebut dilengkapi
dengan persenjataan (pentungan dan senjata api) serta water cannon. Kedatangan
pasukan tersebut telah diketahui kabarnya oleh warga Dusun sejak sehari
sebelumnya sehingga membuat warga Dusun seluruhnya melakukan mobilisasi ke
jalan masuk Dusun untuk mempertahankan kampung. Beberapa saat kemudian
masyarakat coba untuk melakukan perundingan dengan kepolisian yang dipimpin
oleh Kepala Dusun Suluk Bongkal Khalifah Ismail, Ketua RW 03 Rasyidin, Tokoh
masyarakat Suluk Bongkal Pongah, Loceng dan beberapa tokoh masyarakat lainnya
yang didampingi oleh Ketua Umum Serikat Tani Riau Riza Zuhelmy. Perundingan
dilakukan dengan pihak kepolisian yang langsung dipimpin oleh Dir. Reskrim
Polda Riau yang didampingi aparat kepolisian lainnya. Awalnya warga menanyakan
tentang operasi yang dilakukan dan surat perintah, namun pihak kepolisian hanya
menjawab ini perintah atasan. Hal yang sangat aneh operasi yang menggunakan
banyak perlengkapan dan dipimpin langsung oleh perwira polri ini tidak ada
pemberitahuan resmi sebelumnya, tidak ada surat perintah resmi pelaksanaan
penggusuran serta tidak ada keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi ini.
Warga meminta kepada pihak kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif
karena Dusun tersebut syah merupakan sebuah perkampungan berdasarkan peta
administrasi wilayah Dusun Suluk Bongkal yang ditandatangani oleh Bupati
Bengkalis pada 12 Maret 2007 seluas 4.856 ha (tertuang dalam lembaran
Pemerintahan Kabupaten Bengkalis no. 0817-22 0817-31.0618-54 0616 63).
Secara historis, catatan yang kami peroleh tentang bahwa dusun Suluk Bongkal
termasuk dalam Besluit yang dipetakan sejak Belanda menjalin kerjasama dengan
kerajaan Siak, diperkirakan tahun 1940. Sekitar tahun 1959, dibuatlah peta yang
mempunyai ketentuan pembagian wilayah memiliki hutan tanah ulayat batin
(keabsahan suku Sakai) termasuk didalamnya wilayah Suluk Bongkal. Setelah
sekian lama masyarakat Suluk Bongal hidup berdampingan dengan suku-suku lain di
dusunnya, sejak diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan dimaksud,
konflik pun mulai mencuat, dan beberapa masyarakat dusun terpaksa pindah,
karena tidak tahan lagi dengan pola kekerasan yang dilakukan oleh 911 selaku
pengaman asset perusahaan.
Perlu kami sampaikan bahwa, sah-sah saja PT. Arara Abadi menegaskan kepada
publik mereka memiliki Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor
743/Kpts-II/1996 tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAS
AREAL HUTAN SELUAS ± 299.975 (DUA RATUS SEMBILAN PULUH SEMBILAN RIBU SEMBILAN
RATUS TUJUH PULUH LIMA) HEKTAR DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I RIAU KEPADA PT.
ARARA ABADI. Perlu kami sampaikan disini pokok-pokok yang tertuang dalam SK
tersebut adalah :
Ketetapan pertama point kedua disebutkan:
Luas dan letak definitif areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(HPHTI) ditetapkan oleh Departemen Kehutanan setelah dilaksanakan pengukuran
dan penataan batas di lapangan." Persoalannya kemudian adalah, kami belum
mendapatkan satu info pun tentang sosialisasi hasil pengukuran dan penataan
batas di lapangan, terkait SK tersebut.
Dalam ketetapan kedua yang memuat kewajiban-kewajiban perusahaan diantaranya:
· Point kedua Melaksanakan penataan batas areal kerjanya
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan Keputusan ini. Faktanya
kemudian adalah, kami belum pernah mendapati tentang areal batas kerja yang
dimaksud, tertuang dalam sebuah surat yang dipublikasikan secara umum untuk
diketahui khalayak ramai. Jika penataannya ditegaskan 2 tahun setelah SK
ditetapkan, maka tentunya tahun 1998, PT Arara Abdi telah menyelesaikan seluruh
proses inclaving terhadap kawasan yang telah dihuni masyarakat jauh sebelum
mereka ada.
Dalam ketetapan keempat dimuat:
1. Apabila di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI)
terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan,
persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan
tersebut dikeluarkan dari areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
(HPHTI).
2. Apabila lahan tersebut ayat 1 (satu) dikehendaki untuk dijadikan areal
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), maka penyelesaiannya dilakukan
oleh PT. ARARA ABADI dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, perusahaan juga mempunyai kewajiban yang ditetapkan pada ketentuan
III :
A.1. diungkapkan bahwa, perusahaan wajib memperhatikan atau mengambil
langkah-langkah secara maksimal untuk menjamin keselamatan umum karyawan dan
atau orang lain yang berada dalam areal kerjanya. Bahwa, banjir yang
diakibatkan oleh areal perusahaan yang tidak dirawat - ditandai dengan desa
yang berada dalam kawasan HPH/TI PT Arara Abadi sering kebanjiran - adalah
bukti kelalaian yang dapat mencelakakan orang. Banjir diduga disebabkan karena
sedikitnya hutan penyanggah yang disisakan, serta tidak tepatnya perencanaan
pembangunan (tidak seimbangnya antara pembangunan hulu dan hilir). Bukan
semata-mata karena alamiah, melainkan karena prilaku manusia.
Hal ini sejalan dengan Surat Menteri Kehutanan RI No : 319/MENHUT/V/2007
tertanggal 12 Mei 2007 tentang persetujuan penyelesaian sengketa agraria antara
masyarakat dengan PT. Arara Abadi juga menegaskan hal yang sama hal ini
merupakan surat balasan dari Surat Gubernur Riau No : 100/P.H. 13.06 tertanggal
8 Maret 2007 tentang Penyelesaian Sengketa Agraria antara masyarakat dengan PT.
Arara Abadi, dan masyarakat meminta pihak kepolisian untuk menahan diri
melakukan penggusuran tersebut berkaitan dengan akan dilakukannya gugatan Class
Action oleh masyarakat pada Januari 2009 mendatang serta Pak Pongah sempat mau
menceritakan sejarah kampung tersebut dari sejak zaman Kerajaan Siak berdiri
yang telah mewariskan daerah tersebut kepada Suku Sakai di wilayah tersebut
hingga Republik Indonesia berdiri dan sampai saat ini. Namun pihak kepolisian
tidak mau untuk berunding dengan dalih masyarakat tidak memiliki surat
kepemilikan lahan. Keadaan semakin tegang hal ini dikarenakan perundingan yang
tak menemukan solusi dan pihak kepolisian akan melakukan penggusuran secara
paksa apabila masyarakat tetap menghadang.
Satu jam kemudian sekitar pukul 11.30 WIB pihak kepolisian berupaya menerobos
barisan ibu-ibu dan anak-anak yang berdiri di jalan masuk menuju Dusun Suluk
Bongkal (KM 46) yang dari pagi telah berada di lokasi untuk mempertahankan
kampung halaman. Sembari itu polisi juga melakukan upaya penahanan Riza Zuhelmy
(Ketua Umum Serikat Tani Riau) beserta beberapa perwakilan masyarakat yang
mengikuti perundingan. Namun hal ini dengan segera direspon oleh warga sehingga
sempat terjadi aksi saling tarik-menarik ketika polisi secara paksa untuk
memasukkan Riza Zuhelmy kedalam mobil yang dikendarai kepolisian. Alhasil
masyarakat berhasil melakukan penyelamatan terhadap rekannya yang mau ditahan
dan kemudian dievakuasi didalam kampung. Situasi sempat mereda dan masyarakat
tetap berbaris-bertahan di depan jalan masuk dusun sembari menyanyikan lagu
Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan-wajib nasional symbol keteguhan
mempertahankan kampung halaman. Aksi saling mendorong pun sempat terjadi, dari
lokasi massa terdengar kabar bahwa pihak kepolisian sebagian telah bersiap
untuk meninggalkan lokasi, sesaat kemudian kembali sontak dengan kabar pihak
kepolisian melakukan penangkapan terhadap 10 warga dan hendak mengepung dusun
melalui jalan masuk lain.
Dari jalan PT. Adei P & I yang juga bisa menuju ke dusun telah terlihat
rombongan kepolisian dalam jumlah yang cukup banyak (ratusan) dengan
mengendarai mobil truck kepolisian dan mobil kepolisian lainnya menutup jalan
tersebut sehingga warga panik karena khawatir kampung akan dikepung dan warga
tergusur serta seluruh isi kampung diluluh lantahkan. Proses evakuasi pun
dilaksanakan terhadap beberapa tokoh masyarakat termasuk juru runding yang
diutus oleh masyarakat. Tepat pukul 11.35 WIB ketika proses evakuasi dilakukan
bentrokan pun tak terelakkan ketika polisi memaksa warga untuk mundur dengan
tindakan represif dan menggunakan persenjataan. Gas air mata pun ditembakkan
oleh polisi melalui water cannon kearah warga sehingga membuat kondisi tak
terkendali. Kabar yang didapat dari warga, polisi juga mengeluarkan tembakan
dari senjata api (menembakkan peluru karet) sedikitnya melukai 2 warga terkena
tembakan tersebut. Kemudian pada Pukul 12. 30 WIB polisi berusaha untuk
melakukan penangkapan terhadap Ibu-Ibu namun hal ini coba untuk dicegah oleh
salah satu pengurus Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau Antony Fitra karena
Ibu-Ibu tersebut ada yang sedang dalam keadaan hamil dan ada anak-anak, namun
upaya tersebut dihadang oleh pihak kepolisian. Antony Fitra sempat terkena
tendangan dari pihak kepolisian sebanyak 2 kali di bagian kaki dan perut
kemudian diseret paksa oleh pihak kepolisian beserta Ibu-Ibu. Warga yang
ditangkap dimasukkan kedalam mobil kepolisian kemudian pada sekitar pukul 14.00
WIB dibawa ke Mapolsektif Mandau.
Dalam kondisi represif tersebut polisi secara serentak menembakkan gas air
mata, peluru karet dari senjata api serta melakukan pemukulan terhadap warga
dengan menggunakan pentungan sehingga situasi menjadi tak terkendali dan banyak
warga yang terluka, ketika itu warga telah tercerai berai dan mencari tempat
penyelamatan menyusuri belukar dan hutan disekitar kampung. Hal ini dikarenakan
2 helikopter terbang disekitar lokasi kemudian menjatuhkan bahan peledak diatas
rumah warga satu persatu dan ledakan yang keras terjadi, satu persatu rumah
warga terbakar sehingga kondisi semakin tak terkendali. Api pun semakin
menjalar sehingga warga bersembunyi dalam posisi berpencar dan sebagian
dievakuasi ke dalam kampung. Proses penangkapan pun terus dilakukan, disusul
serangan darat oleh Samapta dengan menggunakan senjata api dan kemudian Satuan
Polisi Pamong Praja beserta preman bayaran PT. Arara Abadi melakukan
penyerangan terhadap masyarakat dengan melakukan pemukulan dan penangkapan
terhadap masyarakat. Diakibatkan kondisi yang sangat represif peristiwa ini
menelan korban meninggal dunia 1 jiwa (Putri, Umur 2 Tahun) anak dari warga
dusun yang juga merupakan anggota Serikat Tani Riau akibat lari ketakutan dan
masuk kedalam sumur. Jenazah Putri baru dapat dievakuasi pada malam hari akibat
kondisi represif (dilokasi apabila ada warga yang beraktifitas ditangkap oleh
kawanan preman, Satpol PP, Polisi dan PAM SWAKARSA). Tak hanya berhenti disitu
alat berat pun segera dimobilisasi masuk kedalam kampung untuk membersihkan
sisa kebakaran dan meluluh lantahkan seluruh asset yang dimiliki oleh
masyarakat dusun termasuk sanggar belajar dan rumah ibadah. Laporan yang
terakhir diperoleh dari warga sekitar 200 warga termasuk pengurus KPP STR
ditahan di Mapolsektif Mandau, sekitar 200 warga bertahan di dalam kampung dan
lebih dari 400 warga yang sampai sekarang masih berada ditengah hutan dalam
kondisi berpencar dan belum bisa berkomunikasi termasuk warga sekitar desa
tetangga yang ikut bersolidaritas (Desa Melibur, Tasik Serai, Tasik Serai
Timur, Mandi Angin). Jumlah akurat kerugian masyarakat belum dapat dipastikan
dikarenakan sedang berkonsentrasi untuk mengembalikan situasi menjadi kondusif,
sementara sampai saat ini Polisi, Satpol PP, Pam Swakarsa PT. Arara Abadi dan
Preman bayaran mengepung dusun dan memata-matai warga yang bersembunyi.
19 Desember 2008 Kepolisian dan Satpol PP menambah ratusan pasukan untuk masuk
ke Suluk Bongkal sebanyak 8 Bus dan 8 truck serta alat berat 3 unit dan
beberapa ekor anjing pelacak.
dikutip dari :
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=contok+konflik+pada+masyrakat&btnG=Telusuri&meta=&aq=f&oq=
http://rencanatataruangriau.blogspot.com/http://www.mail-archive.com/referensi@yahoogroups.com/msg02918.html